Ketika Transparansi Digital Hilang Bersama Trust Positif

Bayangkan kamu seorang kreator konten atau pemilik website. Suatu hari, situsmu tiba-tiba tidak bisa diakses dari Indonesia. Kamu mencoba mencari tahu penyebabnya dan menemukan bahwa alat resmi pemerintah untuk memeriksa situs yang diblokir "Trust Positif" sudah tidak berfungsi lagi.

Sebelumnya, situs ini dapat diakses melalui trustpositif.kominfo.go.id atau trustpositif.komdigi.go.id, dan berfungsi sebagai alat transparansi bagi publik. Namun sejak sekitar April 2025, website tersebut tidak bisa diakses sama sekali. Tanpa penjelasan resmi, publik kini kehilangan satu-satunya alat untuk memverifikasi apakah sebuah situs terkena dampak pemblokiran oleh pemerintah.

Apa Itu Trust Positif dan Mengapa Penting

Trust Positif adalah sistem resmi pemerintah yang digunakan untuk:

  • Memeriksa apakah sebuah domain atau situs termasuk dalam daftar blokir nasional.
  • Memberikan transparansi kepada masyarakat dan pemilik situs.
  • Menjaga keamanan digital dengan memfilter konten negatif.

Keberadaan situs ini sebelumnya menjadi jembatan antara kebijakan digital pemerintah dan hak publik untuk mengetahui. Ketika situs ini mati, akses terhadap informasi publik ikut tertutup, dan masyarakat kehilangan alat resmi untuk memverifikasi status situs mereka.

Trust Positif Mati, Transparansi Digital Ikut Terkubur - JFSmoney

Trust Positif Mati, Tapi Internet Tidak Berhenti

Hilangnya Trust Positif bukan sekadar masalah teknis, ini menandakan hilangnya transparansi digital. Namun dari sisi lain, hal ini bisa menjadi momentum bagi kreator dan pemilik situs untuk lebih sadar akan pentingnya keamanan, kepatuhan, dan pemantauan mandiri.

Berikut beberapa dampak dan solusi nyata yang bisa diterapkan:

  1. Sulit Memverifikasi Status Pemblokiran Secara Resmi

  2. Tanpa Trust Positif, kreator tidak bisa lagi memeriksa status domain melalui situs pemerintah.

    ๐Ÿ‘‰ Solusi: Gunakan cara manual, misalnya uji akses website dari beberapa jaringan ISP di Indonesia. Kamu juga bisa meminta teman, relawan, atau komunitas digital untuk memeriksa apakah situsmu masih dapat diakses.

  3. Publik Kehilangan Transparansi Sistem Pemblokiran

  4. Ketika tidak ada sistem resmi, masyarakat tidak tahu alasan pemblokiran situs.

    ๐Ÿ‘‰ Solusi: Alih-alih menunggu transparansi dari luar, jadikan ini momen untuk mengedukasi diri dan komunitas digital tentang aturan konten yang dilarang di Indonesia. Pelajari pedoman resmi dari Kominfo dan hindari kategori seperti pornografi, perjudian, atau penipuan online.

  5. Kepercayaan Terhadap Regulasi Digital Menurun

  6. Ketiadaan situs resmi membuat banyak pihak meragukan proses pemblokiran yang berjalan.

    ๐Ÿ‘‰ Solusi: Bangun sistem transparansi mandiri: catat perubahan trafik, waktu downtime, dan sumber pengunjung dari Indonesia. Jika pengunjung dari Indonesia turun drastis, bisa jadi situsmu diblokir secara lokal.

  7. Risiko Kehilangan Traffic dan Pengunjung Meningkat

  8. Situs yang diblokir otomatis kehilangan traffic dari pengguna Indonesia.

    ๐Ÿ‘‰ Solusi: Buat rencana darurat seperti menyiapkan mirror site legal, backup domain, atau pengumuman otomatis untuk pengunjung agar tahu bahwa situs utama sedang dibatasi. Langkah sederhana ini bisa menjaga kredibilitas dan koneksi dengan audiens.

  9. Edukasi dan Pelaporan Langsung ke Komdigi

  10. Meskipun situs Trust Positif tidak berfungsi, publik masih bisa menghubungi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk verifikasi atau pelaporan:

    Laporkan jika kamu merasa situsmu diblokir tanpa alasan jelas. Ini tetap jalur resmi yang masih berfungsi.

Ketika Transparansi Mati, Pengawasan Publik Juga Padam

Ketiadaan situs Trust Positif tidak hanya menimbulkan masalah teknis. Ia juga membuka pertanyaan besar: apakah hilangnya alat verifikasi publik ini membuat pemerintah memiliki kendali lebih besar terhadap arus informasi digital?

Tanpa alat resmi yang bisa diakses siapa pun, pemblokiran situs berjalan secara sepihak dan tertutup. Masyarakat tidak dapat memastikan apakah sebuah situs diblokir karena pelanggaran nyata, kesalahan teknis, atau bahkan alasan politis.

Bagi konten kreator yang tinggal di luar negeri, kondisi ini jauh lebih rumit. Mereka tidak punya akses langsung ke jaringan lokal Indonesia, sehingga tidak tahu apakah karyanya dapat diakses publik atau justru dibatasi diam-diam.

Akibatnya, ruang digital menjadi satu arah. Publik tidak bisa mengawasi keputusan pemerintah, sementara pemerintah tetap bisa mengontrol apa yang terlihat dan tidak terlihat. Inilah bentuk baru dari bisu digital, bukan dengan menyensor kata, tapi dengan mematikan alat transparansi. Sehingga konten kreator tidak dapat melakukan kritik dalam bentuk informasi digital.

Membangun Transparansi Digital dari Akar

Ketiadaan Trust Positif seharusnya tidak membuat masyarakat pasif. Justru inilah waktunya untuk mendorong kembali pentingnya transparansi digital, baik dari sisi pemerintah maupun komunitas kreator.

Sebagai kreator, kita juga dapat melakukan hal hal berikut ini :

  • Membangun budaya dokumentasi digital.
  • Membagikan edukasi kepada komunitas tentang pemblokiran situs.
  • Mendorong pemerintah membuka kanal resmi baru untuk verifikasi domain.

Transparansi bukan sekadar tanggung jawab negara, ini juga bagian dari kesadaran kolektif kita semua.

Kepercayaan Lahir dari Keterbukaan

Kematian situs Trust Positif bukan hanya soal server yang mati, tapi juga simbol rapuhnya keterbukaan informasi digital di Indonesia. Tanpa sistem verifikasi publik, masyarakat hanya bisa menebak-nebak apakah situs mereka aman atau tidak.

Namun di tengah kekosongan itu, kesadaran digital bisa tumbuh dan justru dari situlah kepercayaan baru bisa lahir.

Kepercayaan Lahir dari Keterbukaan

Dan jika pemerintah belum bisa memberikannya, maka masyarakat digital harus menjadi pelopor yang menyalakan kembali semangat โ€œtrust positifโ€ dalam arti yang sebenarnya. Oleh karena itu, kami segenap tim JFSmoney mengajak teman teman sekalian untuk mengobarkan kembali semangat Trust Postif bersama sama untuk kemajuan bangsa dan negara.